Selasa, 28 Desember 2010

makalah studi pemikiran islam prof. Damrah

ISLAM DILIHAT DARI ASPEK EKONOMI
Oleh : Imadi (NPM. 2010.40.051)


I. Latar Belakang
Persoalan yang dihadapi umat manusia sekarang ialah munculnya suatu pandangan yang menempatkan aspek material yang bebas dari dimensi nilai pada posisi yang dominan. Pandangan hidup yang berpijak pada ideologi materialisme inilah yang kemudian mendorong perilaku manusia menjadi pelaku ekonomi yang hedonistik, sekularistik dan materialistik. Dampak yang ditimbulkan dari cara pandang inilah yang kemudian membawa malapetaka dan bencana dalam kehidupan sosial masyarakat seperti eksploitasi dan perusakan lingkungan hidup, disparitas pendapatan dan kekayaan antar golongan dalam masyarakat dan antar negara di dunia. Lunturnya sikap kebersamaan dan persaudaraan, timbulnya penyakit-penyakit sosial, timbulnya revolusi sosial yang anarkis dan sebagainya. Sistem ekonomi kapitalis telah gagal menyelesaikan persoalan kemanusiaan dan sosial ekonomi.
Memang kapitalis mampu mensejahterakan individu atau negara tertentu secara materi. Namun perlu diingat bahwa kesejahteraan dan kemakmuran tersebut dibangun diatas penderitaan orang lain ataupun negara lain. Kapitalis tidak mampu menyelesaikan ketimpangan dan kesenjangan ekonomi bahkan sebaliknya ia menciptakan dan melanggengkan kesenjangan tersebut untuk mempertahankan eksistensinya. Disinilah Islam melontarkan kritik tajam terhadap sistem ekonomi kapitalis yang bertanggung jawab terhadap perubahan arah, pola dan struktur perekonomian dunia sekarang ini.
Perhatian Islam dari aspek ekonomi mengajarkan kepada umatnya untuk mengembangkan sistem ekonomi yang lebih humanistik dengan menggali inspirasi nilai-nilai yang terkandung dalam Al qur’an, hadits dan sunnah, serta khasanah pemikiran para cendikiawan muslim . Seiring dengan kenyataan bahwa telah terjadinya ketimpangan ekonomi kapitalis yang mengedepankan sistem riba’nya, maka ekonomi Islam semakin dipercaya dan diyakini oleh umatnya sendiri maupun selain orang Islam. Sistem ekonomi Islam mulai dilirik sebagai suatu alternatif dan diharapkan mampu menjawab tantangan dunia di masa yang akan datang.
Sesuai dengan judul yang diberikan kepada penulis, makalah ini akan memaparkan tentang Islam dilihat dari aspek ekonomi, dengan inspirasi yang diberikan oleh ayat-ayat di dalam Al qur’an maupun sunah yang berkaitan dengan penerapan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
II. Pembahasan
Tidak terbantahkan lagi bagi setiap umat Islam di seluruh dunia bahwa Islam telah memuat isyarat yang lengkap tentang segala aspek hidup manusia, termasuk di dalamnya adalah aspek ekonomi. Al Qur’an telah memberikan beberapa contoh tegas mengenai masalah-masalah ekonomi, seperti firman Allah dalam QS. Asy Syu’araa’ : 177 - 183
177. Ketika Syu'aib Berkata kepada mereka: "Mengapa kamu tidak bertakwa?,178. Sesungguhnya Aku adalah seorang Rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu.179. Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku;180. Dan Aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.181. Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang- orang yang merugikan;182. Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus.183. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan;

1. Konsep Ekonomi Islam
Dilihat dari struktur kalimat, sistem ekonomi Islam terdiri dari tiga suku kata, yakni sistem, ekonomi dan Islam. Sistem atau system berarti : metode, cara yang teratur untuk melakukan sesuatu, susunan, cara. Ekonomi berarti : segala usaha manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mencapai kemakmuran hidupnya. Islam artinya : damai, tenteram; agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dengan kitab suci yang disebut dengan Al qur’an.
Ahli ekonomi Islam ada juga yang menyebut ekonomi Islam dengan ekonomi Tauhid. Tapi secara umum dapat dikatakan sebagai divine economics (Ilahi ekonomi). Cerminan watak “Ketuhanan”ekonomi Islam bukan pada aspek pelaku ekonominya, sebab pelakunya pasti manusia, tetapi pada aspek aturan atau system yang harus dipedomani. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa faktor ekonomi termasuk diri manusia pada dasarnya adalah kepunyaan Allah, dan kepada-Nya (kepada aturan-Nya) dikembalikan segala urusan sesuai firman Allah QS. Ali Imran : 109
“Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada Allahlah dikembalikan segala urusan”.
Jadi sistem ekonomi Islam ialah segala usaha manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mencapai kemakmuran hidupnya yang dilakukan dengan cara teratur, berdasarkan pandangan Islam. Sistem ekonomi Islam dibangun di atas landasan yang kokoh yang merupakan warisan yang tak ternilai sebagai wasiat utama bagi umat Islam yang tidak mungkin manusia akan tersesat selamanya selama berpegang kepada dua wasiat itu yaitu Al - qur’an dan sunah rasul.
Aspek muamalat dalam hukum Islam termasuk aspek yang luas ruang lingkupnya. Pada dasarnya, pembahasan aspek hukum Islam yang bukan termasuk kategori aspek ibadah seperti shalat, puasa dan haji, bisa disebut sebagai aspek muamalat. Karena itu, masalah perdata, pidana pada umumnya dapat digolongkan pada bidang muamalat. Dalam perkembangannya, aspek muamalat dalam hukum Islam, dibagi lagi manjadi munakahat (pernikahan), jinayah (pidana) dan muamalat dalam arti khusus, yaitu aspek ekonomi dalam Islam.
Dengan demikian, pada akhirnya materi fiqih muamalat hanya terbatas pada aspek ekonomi dan hubungan kerja (bisnis) yang lazim dilakukan seperti jual beli, sewa menyewa dan lain-lain. Keterangan di atas mempertegas bahwa aktivitas ekonomi dalam pandangan Islam merupakan salah satu bagian dari muamalat. Aktivitas antar manusia termasuk aktivitas ekonomi terjadi melalui apa yang diistilahkan oleh ulama dengan muamalat (interaksi). Pedoman konsep ekonomi Islam berpedoman pada Al – qur’an, dalam hal ini muamalat keuangan atau aktifitas ekonomi sebagai berikut :
• Larangan untuk berlaku curang QS. Al Baqarah : 188
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui”.
• Manusia sebagai makhluk pengemban amanat QS. Al Ahzab : 72”Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”.
• Untuk memakmurkan kehidupan di bumi QS. Hud : 61
“Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. dia Telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, Kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)”.
• Tentang kedudukan terhormat sebagai khalifah di bumi QS. Al Baqarah : 30
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Dengan demikian pedoman ekonomi Islam dapat diperjelas bahwa konsep ekonomi Islam senantiasa akan berlandaskan pada nilai-nilai yang di jelaskan dari Al qur’an, yakni tidak boleh berlaku curang QS. Al Baqarah : 188, Manusia sebagai makhluk pengemban amanat QS. Al Ahzab : 72, tentang kedudukan terhormat sebagai khalifah di bumi QS. Al Baqarah : 30
2. Nilai-Nilai Sistem Ekonomi Islam
Kerangka teori sistem ekonomi Islam dibangun atas landasan nilai-nilai dasar Ketauhidan (Tauhid) dimana internalisasi nilai-nilai Ketuhanan mampu memberikan dorongan yang kuat untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam tataran sosial kemanusiaan. Artinya bahwa ekonomi Islam itu berangkat dari falsafah: Kepemilikan mutlak adalah Allah, totalitas pengabdian, dan ketersambungan hubungan antara duniawi dan ukhrawi. Sedangkan nilai dasar sistem ekonomi Islam merupakan implikasi dari falsafah ekonomi Islam itu sendiri yakni: Kepemilikan sementara, keseimbangan, dan keadilan. Sedangkan nilai-nilai instrumental sistem ekonomi Islam terdiri dari : zakat, pelarangan riba, kerjasama ekonomi, dan jaminan sosial.
Sedangkan prinsip-prinsip muamalah (ekonomi) dalam Islam meliputi: kemaslahatan, toleransi, dan keadilan. Adapun derivasinya meliputi : asas suka sama suka, asas keadilan, saling menguntungkan, tolong-menolong dan saling membantu. Sedangkan Prinsip-prinsip dasar ekonomi menurut Umer Chapra adalah sebagai berikut :
a. Prinsip Tauhid. Tauhid adalah fondasi keimanan Islam. Ini bermakna bahwa segala apa yang di alam semesta ini didesain dan dicipta dengan sengaja oleh Allah SWT bukan kebetulan, dan semuanya pasti memiliki tujuan.
b. Prinsip Khalifah. Manusia dibekali oleh Allah SWT dengan perangkat jasmaniah maupun rohaniah untuk dapat berperan secara efektif sebagai khalifah-Nya. Implikasi dari prinsip ini ialah : (1) persaudaraan universal, (2) sumber daya adalah amanah, (3) gaya hidup sederhana, (4) kebebasan manusia.
c. Prinsip Keadilan. Keadilan adalah salah satu misi utama ajaran Islam. Implikasi dari prinsip ini ialah : (1) pemenuhan kebutuhan pokok manusia, (2) sumber-sumber pendapatan yang halal dan tayyib, (3) distribusi pendapatan dan kekayaan yng merata, (4) pertumbuhan dan stabilitas.
3. Harta dan Ekonomi dalam Persfektif Islam
Islam mempunyai pandangan yang jelas mengenai harta dan kegiatan ekonomi. Pandangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pemilikan terletak pada pemilikan kemanfaatannya dan bukan menguasai secara mutlak terhadap sumber-sumber ekonomi. Seorang muslim yang tidak memproduksi manfaat dari sumber-sumber yang diamanatkan Allah kepadanya akan kehilangan hak atas sumber-sumber tersebut, seperti berlaku terhadap pemilikan lahan atau tanah.
b. Harta sebagi amanah (titipan, as a trust) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada. Dalam bahasa Einstein, manusia tidak mampu menciptakan energi, yang mampu manusia lakukan ialah mengubah dari satu bentuk energy ke bentuk energi lain. Pencipta awal segalanya adalah Allah SWT.
c. Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan.
d. Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut soal cara mendapatkannya dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam atau tidak. (QS. Al Anfal : 28)
“Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”.
e. Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksanakan perintah-Nya dan melaksanakan mu’amalah di antara sesama manusia melalui kegiatan zakat, infaq dan shadaqah. (QS. At Taubah : 41, 60)
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui. (QS. At Taubah : 41).
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At Taubah : 60)
f. Dilarang mencari harta, berusaha atau bekerja yang dapat:
a). Melupakan kematian (QS. At Takatsur : 1-2)
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur”.
b). Melupakan shalat dan zakat (QS. An Nur : 37)
“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang”.
c). Memusatkan kekayaan hanya sekelompok orang saja. (QS. Al Hasyr : 7)
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”.

g. Dilarang menempuh usaha yang haram seperti:
1). Kegiatan riba’ (QS. Al Baqarah : 275-279)
275. Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. 276. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. 277.Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. 278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. 279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
2). Perjudian, jual beli yang dilarang atau haram. (QS. Al Maidah : 90-91)
90. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. 91. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).
3). Curang dalam takaran dan timbangan (QS. Al Muthafiffin : 1-6)
1. Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, 2. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, 3. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. 4. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, 5. Pada suatu hari yang besar, 6. (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?


4). Cara-cara yang bathil dan merugikan (QS. Al Baqarah : 188)“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui”.
Islam memandang bahwa kehidupan dilakukan manusia adalah kehidupan yang seimbang dan tidak terpisahkan antara urusan dunia dan akhirat. Nabi Muhammad SAW bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Mubarak yang artinya : “Bukanlah termasuk orang yang baik di antara kamu adalah orang yang meninggalkan dunia karena mengejar kehidupan akhirat, dan orang yang meninggalkan akhirat karena mengejar kehidupan dunia”. Orang yang baik adalah orang yang meraih keduanya secara seimbang, karena dunia adalah alat menuju akhirat, dan jangan dibalik yakni akhirat dikorbankan untuk urusan dunia.
Dalam aspek ekonomi sekalipun nilai-nilai keimanan harus tetap menjadi aturan yang mengikat bagi setiap pelaku ekonomi itu sendiri. Dengan mengacu kepada aturan ilahiah, setiap perbuatan manusia mempunyai nilai moral dan ibadah. Setiap tindakan manusia tidak boleh lepas dari nilai, yang secara vertical merefleksikan moral yang baik, dan secara horizontal member manfaat bagi manusia dan makhluk lainnya.




KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang telah pemakalah sampaikan pada bagian pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa ekonomi Islam sering pula disebut dengan ekonomi Tauhid, Tapi secara umum dapat dikatakan sebagai divine economics (Ilahi ekonomi). Cerminan watak “Ketuhanan”ekonomi Islam bukan pada aspek pelaku ekonominya, sebab pelakunya pasti manusia, tetapi pada aspek aturan atau sistem yang harus dipedomani. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa faktor ekonomi termasuk diri manusia pada dasarnya adalah kepunyaan Allah, dan kepada-Nya (kepada aturan-Nya) dikembalikan segala urusan sesuai firman Allah QS. Ali Imran : 109.
Jadi sistem ekonomi Islam ialah segala usaha manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mencapai kemakmuran hidupnya yang dilakukan dengan cara teratur, berdasarkan pandangan Islam. Dengan demikian pedoman ekonomi Islam dapat diperjelas bahwa konsep ekonomi Islam senantiasa akan berlandaskan pada nilai-nilai yang di jelaskan dari Al qur’an, yakni tidak boleh berlaku curang QS. Al Baqarah : 188, Manusia sebagai makhluk pengemban amanat QS. Al Ahzab : 72, tentang kedudukan terhormat sebagai khalifah di bumi QS. Al Baqarah : 30
Ekonomi Islam itu berangkat dari falsafah: Kepemilikan mutlak adalah Allah, totalitas pengabdian, dan ketersambungan hubungan antara duniawi dan ukhrawi. Sedangkan nilai dasar sistem ekonomi Islam merupakan implikasi dari falsafah ekonomi Islam itu sendiri yakni: Kepemilikan sementara, keseimbangan, dan keadilan. Sedangkan nilai-nilai instrumental sistem ekonomi Islam terdiri dari : zakat, pelarangan riba, kerjasama ekonomi, dan jaminan sosial. Sedangkan prinsip-prinsip muamalah (ekonomi) dalam Islam meliputi: kemaslahatan, toleransi, dan keadilan. Adapun derivasinya meliputi : asas suka sama suka, asas keadilan, saling menguntungkan, tolong-menolong dan saling membantu.

Dengan demikian dalam konteks ekonomi sekalipun Islam memandang bahwa kehidupan manusia adalah kehidupan yang seimbang dan tidak terpisahkan antara urusan dunia dan akhirat. Urusan dunia dikejar dalam rangka mengejar kehidupan akhirat dan kehidupan akhir dicapai dengan dunia.
Semoga tulisan sederhana yang telah pemakalah persentasikan dalam seminar Mata Kuliah Metode Studi Islam ini bermanfaat adanya. Terima kasih.
Wallahu ‘alam.













DAFTAR PUSTAKA


A Partanto, Pius, dkk: Kamus Ilmiah Populer, 1994.
Chapra, Umar, Sistem Moneter Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 2000.
Dumairy, Pengamat Ekonomi Islam, UII, Artikel, Edisi 1998.
Edwin Nasution, Mustafa, et al. Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007.

Kholis, Nur, Masa depan ekonomi Islam dalam arus tend ekonomi era global, Artikel Jurnal UNISIA, Universitas Islam Indonesia, 2009.

Muhammad Iswandi, Ekonomi Islam, http : // www. daneprairie. com, Akses 24 November 2010.

Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, RajaGrafindo persada, Jakarta, 2010.
Sihahab, Muhammad Quraish, Ketika Bagi Hasil Tiba Perjalanan 10 Tahun Bank Muamalat, 2002.

_______, Wawasan Al Qur’an, 1988.
Saefuddin, AM, Kedudukan harta dan ekonomi dalam Islam : 1984.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar